MAKALAH
“PENDIDIKAN
PADA MASA KHULAFAH AL-RASYIDIN DAN BANI UMAYYAH”
Diajukan
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu:
Taseman
M.Pd.I
Disusun Oleh
:
Asbacha Roin D07213003
Mohammad Fikri Haikal D07213024
Muhammad Sobirin
Rachmatul Amaliyah Eka Putri D07213028
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL SURABAYA
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam yang bersumber pada
Al-Qur’an dan Hadist untuk membentuk manusia yang seutuhnya, yakni manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Allah SWT, dan untuk memelihara nilai-nilai
kehidupan sesama manusia agar dapat menjalankan pendidikan dapat menjalankan
seluruh kehidupannya, sebagaimana yang telah ditentukan Allah dan Rosulnya demi
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Pada masa Nabi, pendidikan Islam
berpusat di Madinah, setelah Rosulullah wafat kekuasaan pemerintahan Islam di
pegang oleh Khulafaurrosyidin. Wilayah Islam telah meluas diluar jazirah Arab
para kholifah ini memusatkan perhatiannya pada pendidikan keagamaan syiar agama
dan kokohnya pendidikan. Dengan berakhirnya kekuasaan
khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani Umayyah.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana proses pendidikan Islam masa
khulafa al-rasyiddin?
2. Bagaimana gambaran Pendidikan islam masa
Bani Umayyah?
C. Tujuan
1. Memahami proses pendidikan Islam pada
masa khulafa al-rasyiddin
2. Memahami gambaran pendidikan Islam pada
masa Bani Umayyah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam Pada Masa Khulafa
Al-Rasyidin
1. Khalifah Abu Bakar Shiddiq (11-13 H:
632-634 M)
a) Lembaga Pendidikan
Lembaga
pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti lembaga pendidikan pada masa Nabi,
namun dari segi kuantitas maupun kualitas sudah banyak mengalami perkembangan.
Antara lain:
1) Kuttab
Kuttab merupakan lembaga pendidikan
yang dibentuk setelah masjid. Lembaga ini mencapai
tingkat kemajuan yang berarti. Kemajuannya terjadi ketika masyarakat muslim
telah menaklukkan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang
telah maju.[1]
2) Masjid
Selain
tempat untuk beribadah, masjid juga dijadikan sebagai lembaga
pendidikan lanjutan setelah anak-anak tamat belajar dari kuttab. Di masjid ini
ada dua dua tingkat pendidikan yaitu tinggi dan menengah.[2]
b) Materi Pendidikan
Materi
pendidikan yang diajarkan pada kuttab adalah membaca dan menulis, membaca
al-quran dan menghafalnya, pokok-pokok agama islam. Sedangkan materi pendidikan
pada tingkat menengah dan tinggi adalah al-quran dan tafsirnya, hadits dan
syarahnya, kesehatan, dan fiqih (tasyri’).[3]
c) Pendidik
Yang
menjadi pendidik pada masa Abu Bakar adalah beliau sendiri serta para sahabat
rasul terdekat.[4]
2. Khalifah Umar bin Khattab (13-23
H:634-644 M)
a) Lembaga Pendidikan
Lembaga
pendidikan pada masa Umar ini juga sama dengan masa Khalifah Abu bakar, namun
dari segi kemajuan lembaga pendidikan begitu pesat, sebab Umar memerintah
Negara dalam keadaan stabil dan aman. Sehingga masjid dijadikan sebagai pusat
pendidikan, juga dibentuknya pusat pendidikan di berbagai kota.
Pedidikan pada masa itu berada di
bawah pengaturan gubernur. Di samping itu juga terdapat kemajuan di bidang
lain, seperti pengiriman pos surat, kepolisian, baitul mal dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik waktu itu
diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal.[5]
b) Materi Pendidikan
Materi
pendidikan pada masa Umar aalah materi pada Kuttab pada masa Abu bakar di
samping materi yang diajarkan ditambah dengan beberapa mata pelajaran dan
keterampilan. Ketika Umar menjadi Khalifah ia menginstruksikan kepada pendidik
agar anak-anak diajarkan berenang, mengendarai onta, memanah, membaca,
menghafal syair-syair yang mudah, dan peribahasa.
Tuntutan
belajar bahasa Arab pun juga sudah mulai kelihatan. Orang yang baru masuk islam
dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa arab jika ingin belajar dan
memahami pengetahuan islam.
Materi
pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari membaca al-quran dan
tafsirnya, hadits dan mengumpulkannya, dan fiqih (tasyri’).[6]
c) Pendidik
Yang
menjadi pendidik pada masa Umar adalah beliau sendiri serta guru-guru yang
beliau angkat. Umar merupakan seorang pendidik yang sering melakukan penyuluhan
pendidikan di kota Madinah. Beliau juga
menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan
menunjuk guru-guru untuk tiap daerah yang ditaklukkan.[7]
3. Khalifah Usman bin Affan (23-35 H:
644-656 M)
Pelaksanaan pendidikan islam pada
masa ini tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya ditinjau dari segi lembaga
dan materinya. Pendidikan masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada
sebelumnya, namun hanya sedikit yang mengalami perubahan. Para sahabat yang
berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan
madinah di masa Umar, oleh Usman diberi kelonggaran untuk keluar dan menetap di
daerah-daerah yang mereka sukai.
Pola pendidikan pada masa Usman ini
lebih merakyat dan lebih mudah dijangkau oleh peserta didik yang ingin mempelajari
ajaran islam karena pusat pendidikan lebih banyak. [8]
Pelaksanaan pendidikan pada masa ini
diserahkan kepada masyarakat dan masyarakatlah yang lebih banyak inisiatif
dalam melaksanakan pendidikan termasuk pengangkatan pendidik. Walaupun
demikian, ada usaha yang sangat cemerlang dan menentukan yang dilakukan Usman
bin Affan, yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan islam dimasa yang
akan datang, yaitu kodifikasi al-Quran.[9]
4. Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H:
656-665M)
Pada masa Ali bin Abi Thalib tidak
terlihat perkembangan pendidikan yang berarti, karena pada masa ini telah
terjadi kekacauan politik dan pemberontakan, sehingga pada masa ia berkuasa
pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa
kegiatan pendidikan islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu Ali
tidak dapat lagi memikirkan masalah pendidikan, sebab keseluruhan perhatiannya
ditumpahkan pada masalah keamanan di dalam pemerintahannya.[10]
B. Pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah
1. Awal Berdirinya Bani Umayyah
Nama Bani
Umayyah berasal dari nama “Umayyah Ibn Abdi Syams Ibnu Abdi Manaf, yaitu salah
seorang pemimpin-pemimpin kabilah Quraisy di zaman Jahiliyah. Dinasti Umayyah
didirikan oleh Mu’awiyah bin Aby Sufyan, dan berkuasa sejak tahun 661 sampai
tahun 750 Masehi dengan ibukota Damaskus. Ia juga mengganti sistem pemerintahan
muslim yang semula bersistem musyawarah (demokrasi) menjadi sistem Monarchy
Herdity (Kekuasaan turun-temurun).
Pendirian Bani Umayyah dilakukanya
dengan cara menolak Ali menjadi khalifah, berperang melawan Ali dan melakukan
perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali
yang secara politik menguntungkan Mu’awiyah.
Dinasti
Umayyah dibedakan menjadi dua: pertama, Dinasti
umayyah yang dirintis oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan (661-680M) yang berpusat di
Damaskus (Syiria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad yang mengubah system pemerintahan dari
khilafah menjadi monarki (mamlakat). Kedua, Dinasti Umayah di Andalusia, yang
awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah yang di pimpin seorang gubernur pada
zaman Walid Bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)
yang kemudian menjadi kerajaan.[11]
2. Pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah
Secara
esensial, Pendidikan islam pada masa ini hampir sama dengan pendidikan pada
periode Khulafaur rasyidin. Namun pada masa bani umayyah ini pendidikan islam
lebih mengalami perkembangan yang cukup signifikan, adanya wilayah yang luas
dan penduduk yang makin besar selain membutuhkan sandang, pangan, dan papan,
juga membutuhkan keamanan, kesehatan, dan pendidikan. berbagai sumber
menyebutkan keadaan pendidikan di zaman bani Umayah sebagai berikut:
a.
Kurikulum
pendidikan pada masa Bani Umayyah
1.
Ilmu agama: al-Qur’an, Hadits, dan
Fiqih. Sejarah mencatat, bahwa pada masa khalifah Umar ibn Abdul al-Aziz
(99-10H) dilakukan proses pembukuan hadits, sehingga studi hadits mengalami
perkembangan yang pesat.
2.
Ilmu sejarah
dan Geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah
dan riwayat.
3.
Ilmu
pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu,
sorof.
4.
Filsafat,
yaitu segala ilmu yang pada umunya berasal dari baha asing, seperti ilmu
mantik, kimia, astronimi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan ilmu
kedokteran[12]
b.
Kelembagaan:
Lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada zaman bani Umayyah, selaibn
masjid, kuttab, dan rumah sebagaiman yang telah ada sebelumnya, juga ditambah
dengan lembaga pendidikan seperti Istana, Badiah, Perpustakaan, Al-Bimaristan,
Kuttab, Masjid, dan Majelis Sastra sebagai berikut : [13]
1)
Istana yaitu
Pendidikan di Istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan umum, melainkan
juga mengajarkan tentang kecerdasan, jiwa, dan raga anak.
2)
Badiah yaitu
Lembaga pendidikan Badiah ini muncul seiring dengan kebijakan pemerintah bani
Umayyah untuk melakukan program arabisasi yang digagas oleh khalifa Abdul Malik
ibn Marwan. Secara harfiah Badiah artinya dusun badui di Padang Sahara yang didalamnya terdapat bahasa Arab
yang masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab.
3)
Perpustakaan,
Perpustakaan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan
ilmu pengetahuan serta kegiatan penelitian dan penu;isan karya ilmiah. Pada
pendidikan dan pengajaran yang berbasis penelitian, perpustakaan memgang
peranan yang sangat penting. Ia menjadi jantung sebuah lembaga pendidikan
4)
Al-Bimaristan
adalah rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta sekaligus berfungsi
sebagai tempat melakukan magang dan penelitian bagi calon dokter. Di masa
sekarang Al-Baristan dikenal dengan istilah Teaching Hospital (rumah
sakit pendidikan).[14]
5)
Majelis
Sastra adalah perkembangan dari mesjid yang biasa dilakukan oleh para khulafaur
rasyidin bersama para sahabat lainnya untuk bermusyawarah dan diskusi tentang
masalah-masalah yang memerlukan pemecahan secara tuntas
6)
Kuttab ; Anak
memerlukan pendidikan dan pelajaran yang lebih intensif agar memperoleh hasil
yang diharapkan, tertib dan teratur. Cara demikian ini tidak mungkin dilakukan
dirumah. Karena itu diperlukan tempat dan ruang khusus di luar rumah. Menempatkan
anak-anak belajar di masjid, akan menimbulkan kegaduhan orang lain yang sedang
melaksanakan ibadahnya. Selain itu kebersihan mesjid pun tidak terjamin. Sifat
daripada anak-anak adalah aktif selalu bergerak tanpa menghiraukan keadaan
sekelilingnya. Jalan keluar dari kesulitan ini adalah mendirikan ruangan khusus
di luar rumah dan di luar ruangan masjid. Tempat belajar anak-anak ini kemudian
disebut kuttab.[15]
3.
Madrasah
madrasah yang ada pada Bani Umayyah[16]
a.
Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di
Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang
mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam.
b.
Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih
termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal
sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
c.
Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di
Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah
ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik
termasyhur dalam ilmu hadis.
d.
Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah
melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah,
Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil.
e.
Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam
(Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama
Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu
melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat
ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah.
f.
Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara
Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah
di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama).
4.
Profil guru
pada masa Bani Umayyah
Guru pada
masa bani Umayyah memegang peranan yang penting dalam proses pendidikan anak,
mulai dari menentukan perencanaan sampai melaksanakannya. Oleh sebab itu, tidak
mengherankan apabila pada masa ini disebut dengan teacher oriented. Selain itu, guru pada masa ini secara teratur
sudah melaksanakan tugas dan memberikan secara sungguh-sungguh dan
memperlakukan murid secara adil tanpa ada diskriminasi. Guru-guru yang mengajar
sekolah kanak-kanak (mu’allim al-kuttab) diantaranya: Al-Hajaja, Al-Kumait,
Abdil hamid Al-Katib, Atha bin Rabah dan lain-lain. Para guru yang memberikan
pelajaran di masjid-masjid antara lain: Abul Aswad Ad-Duali, Hasan Al-Basri,
Abu Wadaah, Syuraik Al-Qadhi, Muhamad ibn Al-Hasan, Ahmad ibnu Abi Dawud, dan
lain sebagainya. [17]
Ulama-ulama
tabi’in ahli tafsir, pada masa bani Umayyah yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu
Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda. Ulama-ulama ahli Fiqh:
Ulama-ulama tabi’in Fiqih diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah
bin Qais, Al-Aswad bin Yazid dan lain sebagainya.[18]
BAB
III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Pendidikan pada
masa khalifah Abu Bakar tidak jauh berbeda dengan pendidikan pada masa
Rasulullah. Pada masa khalifah Umar bin Khattab pendidikan sudah lebih
meningkat di mana pada masa Umar guru-guru sudah diangkat dan digaji untuk
mengajar ke daerah-daerah yang baru ditaklukkan. Pada masa khalifah Usman bin
Affan, pendidikan diserahkan kepada rakyat dan sahabat tidak hanya terfokus di
Madinah saja, tetapi sudah dibolehkan ke daerah-daerah untuk mengajar. Pada
masa khalifah Ali bin Abi Thalib, pendidikan kurang mendapat perhatian, ini
disebabkan pemerintahan Ali selalu dilanda konflik yang berujung kepada
kekacauan.
Sedangkan
pada masa Bani Umayyah pendidikan islam lebih berkembang misalnya saja dalam
kelembagaan yang terdapat pada Bani umayyah seperti istana, badiah, kuttab,
dll. Selain itu terdapat beberapa madrasah madrasah pada bani umayyah misalnya
madrasah mekkah, madrasah madinah, madrasah basrah, madrasah kuffah dll.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini kami tulis, apabila
ada kekurangan baik dari segi isi, penguraian maupun hal lainnya penulis
menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, dan tak ada manusia yamg tak
memiliki kesalahan. Maka dari itu kritikan dan saran yang membangun selalu
penulis terima demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah ke depannya.
[1]Ramayulis, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), 60.
[2] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2007), 48.
[3] Ibid., 49.
[4] Ramayulis, Sejarah
Pendidikan Islam, Op. Cit., 61.
[5] Soekarno, Sejarah
dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1990), 47.
[6] Armai Arief, Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, (Bandung:
Angkasa, 2005), 65.
[7] Hasan Langgulung, Asas-Asas
Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Husna, 1988), 27.
[8] Muhammad Quthb, Perlukah
Menulis Ulang Sejarah Islam?, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 97.
[9] Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992), 75-76.
[10] Zuhairini, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 87.
[11]
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2002), 127.
[12] Ibid.,
134-135
[13]
Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam,
(Bandung: Angkasa, 2001), hlm: 78-82
[16] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Perss, 2011), 48-49.
[17] Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan, (Bandung: Imtima, 2007), 65-66.
[18] Mahmud Arif, Pendidikan
Islam Transformatif, (Jogjakarta: Lkis Yogyakarta, 2008), 56-57.