Rabu, 25 November 2015

makalah Sejarah Pendidikan Islam (masa khulafaur rosyidin dan bani umayyah)



MAKALAH
“PENDIDIKAN PADA MASA KHULAFAH AL-RASYIDIN DAN BANI UMAYYAH”
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Picture1.jpg






Dosen Pengampu:
Taseman M.Pd.I
Disusun Oleh :
Asbacha Roin                                                D07213003
Mohammad Fikri Haikal                               D07213024
Muhammad Sobirin
Rachmatul Amaliyah Eka Putri                     D07213028
                                              
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS  TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI  SUNAN AMPEL SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist untuk membentuk manusia yang seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Allah SWT, dan untuk memelihara nilai-nilai kehidupan sesama manusia agar dapat menjalankan pendidikan dapat menjalankan seluruh kehidupannya, sebagaimana yang telah ditentukan Allah dan Rosulnya demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Pada masa Nabi, pendidikan Islam berpusat di Madinah, setelah Rosulullah wafat kekuasaan pemerintahan Islam di pegang oleh Khulafaurrosyidin. Wilayah Islam telah meluas diluar jazirah Arab para kholifah ini memusatkan perhatiannya pada pendidikan keagamaan syiar agama dan kokohnya pendidikan. Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani Umayyah.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana proses pendidikan Islam masa khulafa al-rasyiddin?
2.      Bagaimana gambaran Pendidikan islam masa Bani Umayyah?
C.    Tujuan
1.      Memahami proses pendidikan Islam pada masa khulafa al-rasyiddin
2.      Memahami gambaran pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendidikan Islam Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
1.      Khalifah Abu Bakar Shiddiq (11-13 H: 632-634 M)
a)      Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti lembaga pendidikan pada masa Nabi, namun dari segi kuantitas maupun kualitas sudah banyak mengalami perkembangan. Antara lain:
1)       Kuttab
Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid. Lembaga ini mencapai tingkat kemajuan yang berarti. Kemajuannya terjadi ketika masyarakat muslim telah menaklukkan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah maju.[1]
2)       Masjid
Selain tempat untuk beribadah, masjid juga dijadikan sebagai lembaga pendidikan lanjutan setelah anak-anak tamat belajar dari kuttab. Di masjid ini ada dua dua tingkat pendidikan yaitu tinggi dan menengah.[2]
b)      Materi Pendidikan
Materi pendidikan yang diajarkan pada kuttab adalah membaca dan menulis, membaca al-quran dan menghafalnya, pokok-pokok agama islam. Sedangkan materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi adalah al-quran dan tafsirnya, hadits dan syarahnya, kesehatan, dan fiqih (tasyri’).[3]



c)      Pendidik
Yang menjadi pendidik pada masa Abu Bakar adalah beliau sendiri serta para sahabat rasul terdekat.[4]
2.      Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H:634-644 M)
a)      Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan pada masa Umar ini juga sama dengan masa Khalifah Abu bakar, namun dari segi kemajuan lembaga pendidikan begitu pesat, sebab Umar memerintah Negara dalam keadaan stabil dan aman. Sehingga masjid dijadikan sebagai pusat pendidikan, juga dibentuknya pusat pendidikan di berbagai kota.
Pedidikan pada masa itu berada di bawah pengaturan gubernur. Di samping itu juga terdapat kemajuan di bidang lain, seperti pengiriman pos surat, kepolisian, baitul mal dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal.[5]
b)      Materi Pendidikan
Materi pendidikan pada masa Umar aalah materi pada Kuttab pada masa Abu bakar di samping materi yang diajarkan ditambah dengan beberapa mata pelajaran dan keterampilan. Ketika Umar menjadi Khalifah ia menginstruksikan kepada pendidik agar anak-anak diajarkan berenang, mengendarai onta, memanah, membaca, menghafal syair-syair yang mudah, dan peribahasa.
Tuntutan belajar bahasa Arab pun juga sudah mulai kelihatan. Orang yang baru masuk islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa arab jika ingin belajar dan memahami pengetahuan islam.
Materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari membaca al-quran dan tafsirnya, hadits dan mengumpulkannya, dan fiqih (tasyri’).[6]

c)      Pendidik
Yang menjadi pendidik pada masa Umar adalah beliau sendiri serta guru-guru yang beliau angkat. Umar merupakan seorang pendidik yang sering melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah.  Beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap daerah yang ditaklukkan.[7]
3.      Khalifah Usman bin Affan (23-35 H: 644-656 M)
Pelaksanaan pendidikan islam pada masa ini tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya ditinjau dari segi lembaga dan materinya. Pendidikan masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada sebelumnya, namun hanya sedikit yang mengalami perubahan. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan madinah di masa Umar, oleh Usman diberi kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai.
Pola pendidikan pada masa Usman ini lebih merakyat dan lebih mudah dijangkau oleh peserta didik yang ingin mempelajari ajaran islam karena pusat pendidikan lebih banyak. [8]
Pelaksanaan pendidikan pada masa ini diserahkan kepada masyarakat dan masyarakatlah yang lebih banyak inisiatif dalam melaksanakan pendidikan termasuk pengangkatan pendidik. Walaupun demikian, ada usaha yang sangat cemerlang dan menentukan yang dilakukan Usman bin Affan, yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan islam dimasa yang akan datang, yaitu kodifikasi al-Quran.[9]
4.      Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H: 656-665M)
Pada masa Ali bin Abi Thalib tidak terlihat perkembangan pendidikan yang berarti, karena pada masa ini telah terjadi kekacauan politik dan pemberontakan, sehingga pada masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa kegiatan pendidikan islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu Ali tidak dapat lagi memikirkan masalah pendidikan, sebab keseluruhan perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan di dalam pemerintahannya.[10]

B.     Pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah
1.      Awal Berdirinya Bani Umayyah
Nama Bani Umayyah berasal dari nama “Umayyah Ibn Abdi Syams Ibnu Abdi Manaf, yaitu salah seorang pemimpin-pemimpin kabilah Quraisy di zaman Jahiliyah. Dinasti Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah bin Aby Sufyan, dan berkuasa sejak tahun 661 sampai tahun 750 Masehi dengan ibukota Damaskus. Ia juga mengganti sistem pemerintahan muslim yang semula bersistem musyawarah (demokrasi) menjadi sistem Monarchy Herdity (Kekuasaan turun-temurun).
Pendirian Bani Umayyah dilakukanya dengan cara menolak Ali menjadi khalifah, berperang melawan Ali dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik menguntungkan Mu’awiyah.
Dinasti Umayyah dibedakan menjadi dua: pertama, Dinasti umayyah yang dirintis oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan (661-680M) yang berpusat di Damaskus (Syiria). Fase ini berlangsung sekitar satu  abad yang mengubah system pemerintahan dari khilafah menjadi monarki (mamlakat). Kedua, Dinasti Umayah di Andalusia, yang awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah yang di pimpin seorang gubernur pada zaman Walid Bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)  yang kemudian menjadi kerajaan.[11]
2.      Pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah
Secara esensial, Pendidikan islam pada masa ini hampir sama dengan pendidikan pada periode Khulafaur rasyidin. Namun pada masa bani umayyah ini pendidikan islam lebih mengalami perkembangan yang cukup signifikan, adanya wilayah yang luas dan penduduk yang makin besar selain membutuhkan sandang, pangan, dan papan, juga membutuhkan keamanan, kesehatan, dan pendidikan. berbagai sumber menyebutkan keadaan pendidikan di zaman bani Umayah sebagai berikut:
a.       Kurikulum pendidikan pada masa Bani Umayyah
1.       Ilmu agama: al-Qur’an, Hadits, dan Fiqih. Sejarah mencatat, bahwa pada masa khalifah Umar ibn Abdul al-Aziz (99-10H) dilakukan proses pembukuan hadits, sehingga studi hadits mengalami perkembangan yang pesat.
2.      Ilmu sejarah dan Geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
3.      Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sorof.
4.      Filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umunya berasal dari baha asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronimi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan ilmu kedokteran[12]
b.      Kelembagaan: Lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada zaman bani Umayyah, selaibn masjid, kuttab, dan rumah sebagaiman yang telah ada sebelumnya, juga ditambah dengan lembaga pendidikan seperti Istana, Badiah, Perpustakaan, Al-Bimaristan, Kuttab, Masjid, dan Majelis Sastra sebagai berikut : [13]
1)      Istana yaitu Pendidikan di Istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan umum, melainkan juga mengajarkan tentang kecerdasan, jiwa, dan raga anak.
2)      Badiah yaitu Lembaga pendidikan Badiah ini muncul seiring dengan kebijakan pemerintah bani Umayyah untuk melakukan program arabisasi yang digagas oleh khalifa Abdul Malik ibn Marwan. Secara harfiah Badiah artinya dusun badui di Padang  Sahara yang didalamnya terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab.
3)      Perpustakaan, Perpustakaan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta kegiatan penelitian dan penu;isan karya ilmiah. Pada pendidikan dan pengajaran yang berbasis penelitian, perpustakaan memgang peranan yang sangat penting. Ia menjadi jantung sebuah lembaga pendidikan
4)      Al-Bimaristan adalah rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta sekaligus berfungsi sebagai tempat melakukan magang dan penelitian bagi calon dokter. Di masa sekarang Al-Baristan dikenal dengan istilah Teaching Hospital (rumah sakit pendidikan).[14]
5)      Majelis Sastra adalah perkembangan dari mesjid yang biasa dilakukan oleh para khulafaur rasyidin bersama para sahabat lainnya untuk bermusyawarah dan diskusi tentang masalah-masalah yang memerlukan pemecahan secara tuntas
6)      Kuttab ; Anak memerlukan pendidikan dan pelajaran yang lebih intensif agar memperoleh hasil yang diharapkan, tertib dan teratur. Cara demikian ini tidak mungkin dilakukan dirumah. Karena itu diperlukan tempat dan ruang khusus di luar rumah. Menempatkan anak-anak belajar di masjid, akan menimbulkan kegaduhan orang lain yang sedang melaksanakan ibadahnya. Selain itu kebersihan mesjid pun tidak terjamin. Sifat daripada anak-anak adalah aktif selalu bergerak tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya. Jalan keluar dari kesulitan ini adalah mendirikan ruangan khusus di luar rumah dan di luar ruangan masjid. Tempat belajar anak-anak ini kemudian disebut kuttab.[15]
3.      Madrasah madrasah yang ada pada Bani Umayyah[16]
a.       Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam.
b.      Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
c.       Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis.
d.      Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil.
e.       Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah.
f.       Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama).
4.      Profil guru pada masa Bani Umayyah
Guru pada masa bani Umayyah memegang peranan yang penting dalam proses pendidikan anak, mulai dari menentukan perencanaan sampai melaksanakannya. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila pada masa ini disebut dengan teacher oriented. Selain itu, guru pada masa ini secara teratur sudah melaksanakan tugas dan memberikan secara sungguh-sungguh dan memperlakukan murid secara adil tanpa ada diskriminasi. Guru-guru yang mengajar sekolah kanak-kanak (mu’allim al-kuttab) diantaranya: Al-Hajaja, Al-Kumait, Abdil hamid Al-Katib, Atha bin Rabah dan lain-lain. Para guru yang memberikan pelajaran di masjid-masjid antara lain: Abul Aswad Ad-Duali, Hasan Al-Basri, Abu Wadaah, Syuraik Al-Qadhi, Muhamad ibn Al-Hasan, Ahmad ibnu Abi Dawud, dan lain sebagainya. [17]
Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, pada masa bani Umayyah yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda. Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Al-Aswad bin Yazid dan lain sebagainya.[18]









BAB III
PENUTUPAN

A.    Kesimpulan
Pendidikan pada masa khalifah Abu Bakar tidak jauh berbeda dengan pendidikan pada masa Rasulullah. Pada masa khalifah Umar bin Khattab pendidikan sudah lebih meningkat di mana pada masa Umar guru-guru sudah diangkat dan digaji untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru ditaklukkan. Pada masa khalifah Usman bin Affan, pendidikan diserahkan kepada rakyat dan sahabat tidak hanya terfokus di Madinah saja, tetapi sudah dibolehkan ke daerah-daerah untuk mengajar. Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, pendidikan kurang mendapat perhatian, ini disebabkan pemerintahan Ali selalu dilanda konflik yang berujung kepada kekacauan.
Sedangkan pada masa Bani Umayyah pendidikan islam lebih berkembang misalnya saja dalam kelembagaan yang terdapat pada Bani umayyah seperti istana, badiah, kuttab, dll. Selain itu terdapat beberapa madrasah madrasah pada bani umayyah misalnya madrasah mekkah, madrasah madinah, madrasah basrah, madrasah kuffah dll.

B.     Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini kami tulis, apabila ada kekurangan baik dari segi isi, penguraian maupun hal lainnya penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, dan tak ada manusia yamg tak memiliki kesalahan. Maka dari itu kritikan dan saran yang membangun selalu penulis terima demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah ke depannya.


[1]Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), 60.
[2] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2007), 48.
[3] Ibid., 49.
[4] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, Op. Cit., 61.
[5] Soekarno, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1990), 47.
[6] Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, (Bandung: Angkasa, 2005), 65.
[7] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Husna, 1988), 27.
[8] Muhammad Quthb, Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam?, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 97.
[9] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992), 75-76.
[10] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 87.
[11] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2002), 127.
[12] Ibid., 134-135
[13] Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 2001), hlm: 78-82
[14] Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 2000), 78.
[15] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 1998), 127-128.
[16] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Perss, 2011), 48-49.
[17] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI,  Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Bandung: Imtima, 2007), 65-66.
[18] Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, (Jogjakarta: Lkis Yogyakarta, 2008), 56-57.